Kamis, 17 April 2008 di 19.04 | 1 komentar  


JUMAT, 18 April 2008 hari ini, saya membaca berita di Harian Kompas mengenai dwitarung pecatur muda Filipina, GM Wesley Barbasa So melawan pecatur harapan Indonesia, GM Susanto Megaranto. Pada Jumat 4 Januari 2008 lalu, tulisan saya mengenai profil So dimuat Kompas, yang saya muat kembali di bawah ini:


Bakat Alam Antar So Raih GM Termuda
Oleh Pepih Nugraha

DARI mana asal negara grand master atau GM catur termuda di dunia saat ini? Jawaban umum tentu dari Rusia atau negara-negara pecahannya. Keliru. Bukan pula dari Norwegia yang punya "anak ajaib" Magnus Carlsen, atau dari China dan India. Ia justru berasal dari negara tetangga, Filipina!

Dialah Wesley Barbasa So, yang melengkapi norma GM terakhirnya saat meraih remis berharga melawan pecatur nomor satu Iran, GM Ehsam Ghaem Maghami, pada babak terakhir turnamen Pichay Open di Manila, Filipina, 7 Desember 2007. Pada turnamen internasional itu, So, kelahiran 9 Oktober 1993, menoreh sejarah sebagai pecatur ketujuh termuda di dunia.

"Masayang-masaya po ako. Magandang pamasko na ito sa akin," kata So dalam bahasa Tagalog saat ia dipastikan meraih GM, yang artinya: Aku sangatberbahagia (dengan gelar GM), ini hadiah Natal yang indah buatku.

Hal yang mencengangkan, ia meraih gelar tertinggi dalam permainan olah-pikir itu saat berumur 14 tahun, 1 bulan, dan 28 hari. Memang dia tidak memecahkan rekor pecatur Ukraina, Sergey Karjakin, yang meraih GM pada usia 12 tahun. Akan tetapi, Filipina layak berbangga dengan prestasi para pecaturnya. Dua bulan sebelumnya, negeri di utara Provinsi Sulawesi Utara ini melahirkan GM lain, Darwin Laylo, pemuda berusia 27 tahun.

So tercatat sebagai pecatur ke-8 Filipina yang meraih GM setelah Eugene Torre, pecatur Filipina pertama yang meraih GM pada tahun 1974, disusul almarhum Rosendo Balinas (1976), Rogelio Antonio Jr (1998), Buenaventura "Bong" Villamayor (2000), Nelson Mariano (2004), Mark Paragua (2005), dan Darwin Laylo (2007).

Pecatur Filipina yang menjadi kolumnis dan analis, IM Rodolfo Tan Cardoso menggambarkan So sebagai "Bocah Renaisans Catur Filipina". Sebagai sesama pecatur, Cardoso punya kesan mendalam saat So bermain catur di sebuah turnamen. Katanya, So punya naluri "membunuh" raja lawan.

"Ia tidak ragu mengorbankan menterinya, sebagai buah yang paling berharga, sekadar merebut ruang gerak yang masih jauh dari kalkulasi menuju kematian raja lawan," tuturnya.

Tidak heran, saat berusia 9 tahun, So sudah menjuarai turnamen kelompok umur 14 tahun di negerinya. Pada usia 13 tahun ia juara nasional kelompok usia 20 tahun. Permainannya yang super-agresif dan liar memaksa lawan mana pun berpikir keras. Salah satu yang menjadi korbannya adalah pecatur Indonesia, GM Susanto Megaranto, yang dia kalahkan pada sebuah turnamen di Singapura akhir tahun 2006.

Tahun 2005 adalah terobosan bagi So. Saat itu, untuk pertama kalinya, FIDE, organisasi catur dunia, mengumumkan peringkat Elo-nya. Bulan Juli pada tahun yang sama, ia menjadi juara dunia kelompok usia 12 tahun. So jauh meninggalkan pecatur-pecatur lain yang lebih dulu meraih GM, seperti Parimarjan Negi dari India dan GMW Hou Yi Fan asal China.

Prestasi So pada tahun berikutnya malah lebih mengesankan. Dia membuat rekor sebagai pecatur termuda yang lolos kualifikasi mewakili negaranya pada Olimpiade Catur di Turin, Italia, saat berusia 12 tahun. Hasilnya pun mengesankan. Ia meraih master internasional sebelum merayakan ulang tahunnya yangke-13. Akhir tahun 2006 So meraih norma GM pertamanya di Bad Wiessee, Jerman, dan menang atas pecatur kuat Rusia, GM Pruskin.

Tanpa pelatih

Tidak seperti umumnya GM lain yang lahir karena gemblengan pelatih khusus, anak Filipina ini hanya mengandalkan bakat alamnya, sama seperti pecatur Tanah Air, GM Cerdas Barus, yang sosoknya kini hilang bagai ditelan Bumi. So harus belajar di sekolah menengah dan tidak ada satu sponsor pun yang sudi membiayai turnamen-turnamen yang dia ikuti.

Ia hanya mengandalkan keuletannya bermain dan mendedikasikan waktunya empat jamsehari khusus belajar catur. Dia belajar sendiri. Karena tidak punya pelatih, ia "berguru" pada program komputer catur Fritz sebelum bertarung. Jalan menuju GM tak mudah bagi So. Seharusnya ia bisa melengkapi norma GM-nya pada usia 13 tahun, tetapi kalah dari GM Belov pada babak terakhir sebuah turnamen di Manila. Ia juga gagal meraih setengah angka penting pada turnamen Zona 3.3 di Vietnam.

Dia menjuarai sejumlah turnamen di Iran, Singapura, dan Armenia. Namun, itu pun tidak cukup buat melengkapi gelarnya meski di Armenia ia berhasil mengalahkan pecatur harapan Inggris, David Howell.

Melejitnya So di kancah caturdunia mengulang masa keemasan catur Filipina saat mantan Presiden FIDE asal Filipina, Florencio Campomanes, merajai catur regional dan internasional dalam kurun waktu 1950-1970. Tahun 1978 Filipina menjadi sorotan dunia saat duel Anatoly Karpov versus Victor Korchnoi digelar di Baguio City.

Bahkan, 20 tahun sebelum China melahirkan para GM dengan subur, Filipina sudah punya pecatur legendaris GM Eugene Torre, yang tercatat sebagai GM Asia pertama! Saat itu Filipina juga punya pecatur kuat, GM Rosendro Balinas. Juara dunia catur Viswanathan Anand tidak menyangkal kalau ia belajar dari Torre dan Campomanes lewat program televisi saat Anand mengikuti ayahnya bertugas di Filipina. Tentu yang paling bangga dengan prestasi So adalah orangtuanya, William (sang ayah) dan Eleanor So (sang ibu).

"Saya pernah mengajarinya catur saat ia berusia enam tahun," ucap William yang pernah menjadi sopir bus sekolah. "Sekarang So maju pesat karena bermain catur dengan penuh dedikasi dan benar-benar mencintai permainan ini," tambah William sebagaimana dikutip harian setempat, Star.

"Ini mimpi yang menjadi kenyataan buat Wesley," kata Eleanor tentang anak kedua dari tiga anaknya. "Kami merasa senang karena doa kami dikabulkan. Kami sangat berterima kasih, kerja keras dan dedikasinya untuk catur berbuah penghargaan."

Meski So sudah meraih gelar GM, sang Ibu tetap menghendaki anaknya menjalani kehidupan "normal" sebagaimana remaja seusianya. Selain itu, ia juga berharap ada pelatih lanjutan untuk lebih mengasah kemampuan So bermain catur.

Bagi So, menjadi juara dunia sebagaimana harapan setiap pecatur bisa jadi masih jauh. Namun, setidaknya modal dasar untuk menuju ke sana sudah di genggamannya.
Diposting oleh Pepih Nugraha Label: , ,
Selasa, 22 Januari 2008 di 18.53 | 0 komentar  

Bobby Fischer Meninggal

REYKJAVIK, JUMAT- Juara dunia catur tahun 1972 asal Amerika Serikat, Robert James Fischer, meningal dunia di Reyjavik, Islandia, Jumat waktu setempat atau Sabtu (19/1) WIB. Pecatur paling eksentrik berusia 64 tahun ini meninggal di kota dimana ia menjadi juara dunia, Reykjavik, akibat penyakit yang dideritanya.

Fischer mendobrak dominasi catur Uni Soviet (US) saat ia menggulingkan pecatur US Boris Spassky 12,5 lawan 8,5 dalam sebuah dwitarung yang dijuluki “Duel Abad Ini”. Dwitarung menjadi sorotan dunia dikala “Perang Dingin” antara AS-US sedang berada pada puncaknya.
AS dan sekutunya mewakili Barat, sedangkan US dan antek-anteknya mewakili Timur. Fischer mewakili Barat, sementara Spassky mewakili Timur. Pers menyamakan dwitarung terhebat abad ini sebagai perang di atas 64 petak catur.

Fischer yang meraih mahkota juara dunia catur paling bergengsi kala itu berusia 29 tahun. Ia melaju setelah mengalahkan lawan-lawannya di catur kandidat dengan skor menyolok, misalnya mengandaskan pecatur US yang juga pianis Mark Taimanov dan pecatur Denmark Bent Larsen dengan skor 6-0 tanpa balas untuk keduanya.

Sementara, Spassky menjadi juara dunia setelah merebut gelar itu dari rekan senegaranya Tigran Petrosian di tahun 1969. Tahun 1971 Petrosin masih berharap rematch lawan Spassky. Tetapi di semifinal catur kandidat, Fischer menggilasnya 6,5 lawan 2,5. Jadilah pertarungan final dwitarung di Reykjavik itu antara Spassky lawan Fischer.

Tahun 1975 Fischer kehilangan mahkota juara dunianya saat menolak tanding melawan bintang baru Rusia, Anatoly Karpov. Karpov meraih mahkota itu tanpa berkeringat dan mempertahankannya sampai 1985 sebelum ia ditumbangkan pecatur US lainnya, Garry Kasparov. Karpov sempat mempertahankan mahkotanya dua kali saat melawan pecatur US lainnya, Victor Korchnoi di Baguio City (Filipina) dan Merano (Italia).

Saat usia menjelang tua, Fischer menyatakan berhenti catur dan hidup dari royalti buku-bukunya dan paten jam catur Fischer yang diciptakannya. “Fischer Clock” adalah jam catur yang bisa menambah waktu (incremental) setiap kali pecatur melangkahkan buahnya.

Tahun 1992, Fischer melakukan dwitarung ulang lawan musuh lamanya Spassky di Negara yang sedang dihujat dunia, Yugoslavia, di saat AS menerapkan sanksi terhadap Presiden Slobodan Milosevic. Tahun 2004 Fischer sempat ditangkap di Bandara Narita, Jepang, karena menyalahgunakan paspor dan terancam dikembalikan ke AS. Islandia akhirnya memberi Fischer kewarganegaraan.

Spassky yang kini menjadi warga negara Perancis berkomentar pendek atas kematian lawannya itu. “Saya sangat bersedih, tetapi Fischer telah mati, selamat tinggal,” katanya seperti dikutip kantor berita AP. (PEPIH NUGRAHA)
Diposting oleh Pepih Nugraha Label: , , ,
Sabtu, 12 Januari 2008 di 15.03 | 0 komentar  

Mengalahkan GM Ardiansyah

TERUS terang, sampai menjelang kuliah tahun 1984, aku sama sekali tidak tertarik dengan permainan catur. Bagiku waktu itu, hanya orang-orang malas dan tidak punya pekerjaan saja yang main catur!

Adalah mendiang ibuku, Ny Enok Suhayah, yang “memperkenalkan” permainan ini, meski hanya sebatas kata-kata. Itu terjadi tahun 1976, saat aku sekolah di kelas 5 SD Ciawi I, Tasikmalaya, Jawa Barat.

Ibu dengan bangga memperkenalkan, katanya saudara-saudara sepupuku lainnya di Garut, semuanya jago-jago catur. Bahkan senior-seniornya yang sudah duduk di ITB, Unpad, maupun AMN, tidak ada yang tidak jago main catur. Tapi ibu tidak juga membelikanku papan catur, dan aku hanya bisa membayangkan salah satu bentuk bidak catur paling eksentrik: kuda.

Masih duduk di kelas enam SD, tahun 1977, ada seorang teman pindahan dari SD lainnya, namanya Mamat. Aku biasa memanggilnya ‘Gan Mamat karena dia anak mantan Camat, tapi masih terbilang saudaraku, karena salah satu anak mantan camat itu nikah dengan paman dari pihak ayahku. Mamat ini memperkenalkan sekaligus “menyombongkan” dirinya sebagai juara catur antar-SD di kecamatannya yang lama. Aku sudah bisa membayangkan bagaimana hebatnya anak ini.

Tetapi tatkala ada waktu luang saat kenaikan kelas tiba (ke SMP), Mamat menjajal kemampuan caturnya dengan Dadan Hamdani, teman sekelasku juga. Di luar dugaan, Mamat dilumat 2-0! Aku kagum sama Dadan yang tidak pernah berkoar-koar, tetapi mampu menaklukkan juara catur kecamatan. Baru aku tahu belakangan, Dadan dan juga Asep Dedi, juga teman sekelasku, sering ber-sparring partner di kampungnya, Sukamantri. Bahkan Dadan pulalah yang mengajariku notasi catur aljabar, meski waktu itu kutangkap sebagai sekadar tahu saja.

Beberapa pekan sebelumnya, aku diperkenalkan main catur sama Mang Usman, ayah Ratih (Ayi), tetapi hanya sekadar mengenal langkah-langkah dasar bidak saja. Ketika mencoba dengan gagah-gagahan melawan Asep Dedi, jelas saja aku dilumat dalam partai pendek, entah berapa kosong.

SMP dan SMA lewat begitu saja tanpa catur. SMP lagi senang-senangnya belajar karena harus mengejar ketertinggalan. SMA lagi seneng-senangnya pacaran. Hemmm… gini-gini juga ternyata pacar-pacarnya manis-manis (sepengggal kenangan manis maupun pahit, yang suatu saat kutulis juga).

Waktu gagal kuliah di universitas negeri dan harus ngendon setahun di IKOPIN, tahun 1984, juga belum begitu tertarik catur kendati orang-orang seasrama seperti Dadang dan Iman, kerap bermain catur di ruang tamu, juga anak-anak kos main dengan Dede Uron yang punya asrama.

Momen itu terjadi pada 1985. Saat itu di Bola ada pelajaran catur dasar dari Lugito Hayadi. Dia merupakan juara nasional catur surat. Orang keturunan China, tetapi hebat dalam memberikan pelajaran. Sebelumnya, berbekal pelajaran notasi dari Dadan, aku sudah mulai mempraktikkan permainan ini di atas papan catur dari rubrik catur Kompas, yang juga ditulis Lugito Hayadi, Bola waktu itu menjadi suplemen Kompas. Papan catur, waktu itu malah adikku, Dadang, yang membeli.

Baru kemudian aku jatuh cinta abis sama catur dan mampu belajar secara cepat langkah-langkah, pertahanan, serangan, pembukaan berikut varian-variannya. Mungkin kalau saja mendiang ibu memperkanalkan catur sejak bayi, barangkali aku sudah dan masih tercatat sebagai juara dunia hahaha… Tapi sudahlah, tak perlu sesali masa lalu.

Waktu kuliah di Unpad, yang menjadi sparring partner adalah Erpan Faryadi, teman sekelasku yang orang Bangka Belitung. Mulanya aku selalu kalah, belakangangan aku yang selalu menang. Ada juga tetangga lain di kost-kost-an Bang… aku lupa namanya, dia dari Medan. Kami saling mengalahkan. Dia pernah berkomentar, “Wah, langkah-langkahmu di luar dugaan, Pep.”

Erpan orangnya sportif, kalau kalah dia akan kasih selamat. Tetapi dia juga lucu, kalau terserang atau kepepet, wajahnya berubah merah seperti kepiting rebus. Biasa, kami ditemani kopi panas dan tape singkong saat bertanding. Di radio FM biasanya berkumandang lagu “Hello”-nya Lionel Richie, “No More Lonely Night”-nya Sir Paul McCartney, atau “Percayalah Kasih”-nya Trio Iwan Fals-Vina Panduwinata-Yoky Suryoprayogo.

Waktu itu tahun 1986, saya ketemu seseorang yang kelak menjadi ikon catur Indonesia: Utut Adianto. Dia waktu itu sudah semester lima di FISIP Hubungan Internasional. Ketemu hanya berpasasan, dia pakai celana jeans putih plus T-shirt. Saya kenal dia dari foto-fotonya, waktu itu dia sudah juara nasional, tetapi belum bergelar Grandmaster. Nanti kuceritakan pertemuan berikutnya dengan Utut, setelah aku menulit tentangnya di Harian Kompas……

Baru kemudian aku tahu bahwa aku lumayan berbakat. Buktinya mampu mengalahkan GM Ardiansyah dalam sebuah pertandingan simultan yang hanya diikuti 38 karyawan Kelompok Kompas Gramedia (KKG). Itu terjadi pada 10 September 1994, saat aku sudah empat tahun bekerja di Kompas dan siap-siap mengikuti pendidikan wartawan selama satu tahun sepanjang tahun 1995.

Berikut jalannya partai GM Ardiansyah (putih) melawan Pepih Nugraha (hitam) dalam sebuah partai simultan:

1. d4 g6 2. c4 Gg7 3. Kc3 Kf6 4. Kf3 c6 5. e4 d6 6. Ge2 h6 7. 0-0 Kd7 8. h3 Kf8 9. e5 dxe5 10. Kxe5 Gd7 11. c5 Kd5 12. Kxd5 cxd5 13. Gf4 Ke6 14. Gg3 0-0 15. Gg4 f5 16. Gf3 f4 17. Gh2 Gxe5 18. dxe5 Gc6 19. Bc1 Kg5 20. Be1 e6 21. b4 a6 22. a4 Rg7 23. h4 Kxf3+ 24. Mxf3 Mxh4 25. Ba1 Bf5 26. g3 fxg3 27. Gxg3 Mxb4 28. Me3 Bf8 29. Bd1 Bf3 30. Mc1 Mg4 31. Bd2 Bf5 32. Ba3 d4 33. Md1 Kh3. Putih menyerah.

(Tidak ada obat mujarab untuk menghindarkan mat. Jika… 34. Bxf6, maka 34. … Gxf3! Putih hanya dapat menyelamatkan diri dari ancaman mat di h1 jika mengorbankan menterinya untuk ditukar dengan gajah).

Dari 38 pecatur lokal KKG, hanya sembilan orang yang mampu meraih kemenangan, salah satunya adalah kemenanganku dengan kemenangan tercepat. Makanya saat pemberian hadiah, aku dapat dua penghargaan: sebagai orang yang mampu mengalahkan GM Ardiansyah dan mampu mengalahkan paling cepat GM tersebut. Mengesankan.

Sumber: Blog Beranda Tempat Berbagi di http://www.pepihnugraha.com/, upload September 2006.







Diposting oleh Pepih Nugraha Label: , , ,
Visit the Site
MARVEL and SPIDER-MAN: TM & 2007 Marvel Characters, Inc. Motion Picture © 2007 Columbia Pictures Industries, Inc. All Rights Reserved. 2007 Sony Pictures Digital Inc. All rights reserved. blogger template by blog forum